HMJ Akuntansi – Aliansi Mahasiswa UIN Alauddin Makassar Menggugat yang terdiri dari Dema-U, Dema FEBI, Dema FUFP, Dema FSH, Dema FKIK, dan Dema FAH turun ke jalan melakukan aksi terkait Perpu Cipta kerja yang dijadikan Undang-Undang (UU) dan disahkan oleh DPR RI, Kamis (30/03/2023).
Aksi tersebut dilakukan di depan Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar.
Dalam situs Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), Pemerintah dan DPR mengatakan bahwa Perpu Cipta Kerja 2020 dibuat untuk menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata, di seluruh wilayah NKRI.
Namun, beberapa elemen masyarakat menganggap Perpu ini bisa disalahgunakan dan membahayakan hak pekerja utamanya buruh karena memberikan ruang bagi perusahaan dan korporasi untuk mengeksploitasi tenaga kerja, sehingga dianggap belum sempurna dan butuh perbaikan.
Pada 30 desember lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Surat Keputusan (SK) bahwa Perpu yang diterbitkan harus diperbaiki paling lama 2 tahun. Apabila tidak diperbaiki, maka aturan tersebut dinyatakan cacat atau inkonstitusional secara permanen.
Namun kenyataannya, DPR RI kemudian melakukan pengesahan Perpu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) pada 21 Maret 2023 lalu, tanpa adanya perbaikan. Pengesahan ini menuai kontraversi dari berbagai pihak, salah satunya mahasiswa.
Dian Magfirah, Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (Dema FEBI) Periode 2023 yang ikut aksi itu mengatakan pengesahan ini ditolak karena UU tersebut cacat secara formil maupun materiil.
“Ini artinya, pemerintah juga mengkhianati konstitusi negara dan keputusan MK,” ucapnya dengan tegas.
Di sisi lain, Jumardi, Presiden Mahasiswa UIN Alauddin Makassar Periode 2023 juga menjelaskan bahwa Perpu yang disahkan untuk mengisi kekosongan UU dan kegentingan pemerintahan di Indonesia ini isinya tidak terlepas dari Omnibus Law lalu.
“Yang mana ini ditolak oleh mahasiswa dan seluruh elemen masyarakat karena dianggap ada kecacatan di dalam pasalnya,” sambungnya.
Ihsan Nabil Riyadi, Ketua Umum HMJ Akuntansi UIN Alauddin Makassar Periode 2023 memaparkan bahwa Omnibus Law dinilai bersifat sangat kapitalis, yang berdampak di masa mendatang.
“Pasal dalam Omnibus Law mengatur waktu kerja, jam istirahat, dan waktu libur para pekerja, yang bersifat sangat kapitalis karena memberdayakan manusia layaknya robot yang tidak hentinya bekerja. Nah, hal ini pastinya akan berdampak, salah satunya pada sistem pendidikan kedepannya,” paparnya.
Karena berbagai alasan tersebut, Aliansi Mahasiswa UIN Alauddin Makassar Menggugat menuntut agar adanya pertimbangkan kembali dengan mencabut dan tidak memberlakukan UU ini, karena dianggap sangat mencederai atau merugikan rakyat RI dari segi kebebasan dan ketertindasan masyarakat.
“Jika tuntutan kita tidak diindahkan, maka hari ini dan seterusnya saya benar-benar tidak percaya lagi kepada DPR dan juga Pemerintah Negara Indonesia yang ingin mengakomodir kepentingan rakyat Indonesia,” ungkap Dian.
Maka dari itu, Aliansi Mahasiswa UIN Alauddin Makassar Menggugat berharap pihak DPR utamanya Ketua DPRD Sulsel dapat diajak bernegosiasi terkait tuntutan tersebut.
Reporter : Rizki Farhan J.R