Kata patriarki mungkin sudah tidak asing lagi terdengar dalam menggambarkan kondisi sosial yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia maupun dunia. Patriarki berarti laki-laki di dalam society mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari perempuan, atau laki-laki mempunyai hak yang istimewa. Contohnya, ketika pemilihan pemimpin biasanya kebanyakan masyarakat akan lebih cenderung memilih pemimpin laki-laki daripada perempuan, karena stigma yang tertanam dalam masyarakat dari dulu terhadap perempuan bahwasanya kaum perempuan tidak bisa atau tidak pantas memimpin karena perempuan dianggap tidak tegas alias lemah lembut dan cocoknya bekerja dirumah saja untuk mengurus rumah tangga.
Seiring berkembangnya zaman, pola pikir terhadap budaya patriarki mulai berkurang walaupun belum sepenuhnya. Dapat dilihat banyak gerakan-gerakan yang diprakarsai oleh perempuan-perempuan untuk mematahkan stigma budaya patriarki dengan menggunakan metode kampanye atau menyuarakan penuntutan kesetaraan gender. Contohnya saja di Amerika Serikat, banyak perempuan salah satunya Hillary Clinton (mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat) mengangkat suara untuk perempuan agar disamakan pendapatannya dengan laki-laki, dimana saat itu sebesar 49% pendapatan perempuan lebih rendah dari laki-laki.
Namun dalam hal tersebut bukan hanya perempuan yang mengalami ketimpangan terhadap gender, tetapi laki-laki juga mengalaminya. Laki-laki secara tersirat harus kuat mental dan fisik, tidak boleh menangis, dan laki-laki yang bisa masak saja masih ada yang menganggap tabuh. Laki-laki yang berprofesi seperti halnya koki ataupun fashion designer akan dicap sangat tabuh oleh masyarakat.
Patriarki memanglah bukan budaya yang bagus untuk dilestarikan. Lalu pertanyaannya, siapa yang melestarikan patriarki? Apakah dari kaum laki-laki atau kaum perempuan? Realitanya, patriarki berdampak pada laki-laki dan juga perempuan, namun keduanya pun berpotensi menjadi penyebab langgengnya patriarki ini. Contohnya saat perempuan keluar untuk beraktivitas sampai tengah malam, punya karir yang melejit, atau perempuan yang memiliki sifat independent, pasti akan dirundung atau dijuliti oleh perempuan lainnya. Begitupun laki-laki ketika berbakat di bidang fashion, akan dijuliti oleh laki-laki yang menganggap dirinya jantan. Maka dapat disimpulkan bahwa yang bisa mendobrak patriarki ini adalah kaum perempuan dan kaum laki-laki itu sendiri, dengan menyadarkan sesamanya bahwa mereka punya goals dan punya choose to do in their live masing-masing. Karena hal tersebutlah, muncul perlawanan untuk patriarki yaitu gerakan feminism. Feminism bukan hanya memperjuangkan hak-hak kesetaraan gender terhadap perempuan saja, tetapi juga memiliki dampak yang menguntungkan untuk kaum laki-laki. Sehingga, banyak yang beranggapan bahwasa feminism adalah sebuah bentuk untuk memperjuangkan keadilan bagi kaum perempuan maupun laki-laki. Namun nyatanya, masih banyak yang kontra terhadap gerakan ini dengan beranggapan bahwa keuntungannya hanya didapatkan oleh kaum perempuan saja.
Perjuangan perempuan untuk kesetaraan gender sudah berabad-abad. Mereka memperjuangkan hal ini bukan untuk menindas laki-laki, tetapi ingin diperlakukan sama di dalam society. Buah dari perjuangan ini sudah banyak kita lihat sekarang, seperti sudah lahirnya pemimpin-pemimpin perempuan di berbagai organisasi publik maupun swasta. Perempuan juga laki-laki berhak untuk menempuh pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Perempuan bisa ikut kursus masak, begitupun laki-laki. Laki-laki bisa sekolah militer, perempuan pun sama. Semua orang berhak untuk choices value. Walaupun laki-laki dan perempuan tidak sama, tetapi laki-laki dan perempuan itu setara.
Penulis: Muhammad Almahdi Ridwan
Editor: Nafsiyatul Mutmainnah