Memasuki penghujung tahun 2023, problem Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, tidak kalah pelik dari kasus perampasan ruang hidup masyarakat bara-barayya. Penentuan UKT mahasiswa baru di FEBI ialah bentuk pengejawantahan terhadap perampasan hak individu dalam menempuh pendidikan tinggi. Menilik Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 7 tahun 2018, “Uang Kuliah Tunggal yang selanjutnya disingkat UKT adalah biaya kuliah yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya”. UKT merupakan sistem pembayaran satu pintu, salah satu tujuan UKT adalah menyederhanakan cara pembayaran uang kuliah dan meringankan beban biaya yang ditanggung mahasiswa.
Masih segar diingatan momentum aksi demonstrasi yang dilakukan oleh ORMAWA FEBI bersama calon mahasiswa baru pada bulan April 2023. Protes yang dilakukan oleh calon mahasiswa baru terkait penentuan UKT yang tidak sesuai dengan kondisi perekonomian mahasiswa. Salah satu faktor yang menyebabkan penentuan UKT salah sasaran adalah tidak adanya proses wawancara yang dilakukan oleh pihak jurusan selaku tim verifikator.
Kondisi memilukan korban UKT salah sasar
Salah satu korban UKT salah sasar AS menerangkan “saya tinggal di pulau barrang caddi’ bersama keluarga. Pekerjaan bapak saya sebagai nelayan biasa dengan menggunakan perahu kecil dengan penghasilan tidak menentu, biasa Rp. 20.000/hari, kadang juga bapak saya tidak mendapatkan ikan untuk di jual. Sedangkan ibu saya, hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga (IRT), tidak memiliki penghasilan. Saya memiliki tiga (3) saudara kandung dengan satu orang nenek juga merupakan tanggungan keluarga. Pengeluaran listrik setiap hari Rp 5000 dengan menggunakan mesin genset. Namun, setelah saya mengurus surat keterangan penghasilan orang tua di kantor lurah, pihak disana mencantumkan nominal yang tidak sesuai dengan pendapatan orang tua saya. Sayangnya kondisi ekonomi yang memburuk diperparah dengan pembayaran UKT yang harus saya bayarkan tiap semesternya sebanyak Rp 2.520.000, kelompok UKT 3 jurusan akuntansi. Oleh sebab itu, saya menginginkan ada proses wawancara, supaya pihak jurusan bisa mengetahui kondisi keluarga saya,” jelasnya saat diwawancarai pada April 2023. Kondisi objektif korban UKT salah sasar tidak mampu melakukan proses pembayaran UKT dikarenakan nominal UKT yang harus dibayarkan tidak sesuai dengan kondisi perekonomian keluarganya.
Lebih lanjut AS mengatakan “Harus ka bekerja di toko sembako selama 4 bulan demi membayar UKT pertama. Bicara ka sama bosku apakah bisa dibayarkan UKT ku untuk saat ini karena pembayaran UKT sudah mau berakhir. Sedangkan, mau sekali ka kuliah tapi tidak mampu ekonominya orang tua ku. Akhirnya bosku mau bayarkan UKT ku. Jadi, harus kerja selama empat (4) bulan disitu baru bisa lunas.” tuturnya.
Agar AS bisa kuliah di FEBI, AS harus bekerja selama empat (4) bulan demi membayar UKT untuk semester pertama. Informasi tambahan dari AS pernah melakukan pengurusan KIP. Akan tetapi, AS tidak diloloskan. Salah satu pemicunya ialah untuk mendapatkan beasiswa tersebut, tidak boleh mendapatkan UKT di atas Rp 2.400.000. “Tidak lolos berkas ku karena UKT ku tinggi di atas Rp 2.400.000,” ungkapnya.
Krisis Keadilan : Anak pimpinan FEBI dapat UKT Tiga
Penentuan UKT calon mahasiswa baru, mengalami kejanggalan. Sebab, rekapitulasi data calon mahasiswa baru ditemukan bahwa ada mahasiswa baru yang mendapatkan kelompok UKT tiga. Ada yang janggal dari data yang ditemukan oleh teman-teman di lembaga kemahasiswaan. Pertama, pekerjaan Ayah dan Ibu dari Mahasiswa baru tersebut berstatuskan sebagai PNS. Kedua, orang tua dari mahasiswa tersebut merupakan salah satu pimpinan dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. Mengacu pada proses pengelompokan UKT berdasarkan pekerjaan/sumber pendapatan orang tua, harusnya mahasiswa yang dibiayai oleh orang tua/wali yang bekerja sebagai PNS minimal mahasiswa tersebut masuk dalam kategori kelompok UKT Empat (4). Orang tua mahasiswa baru tersebut adalah salah satu pimpinan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) yang harusnya sudah mampu bersikap adil dalam menentukan kategori UKT. Hal ini menandakan bahwa pimpinan FEBI tidak paham akan konsep UKT, dan mereka tidak mampu bersikap profesional hingga masih mempraktekkan paham nepotisme. Biodata pada nominal UKT yang harus dibayarkan oleh mahasiswa tersebut, setara dengan nominal UKT yang harus dibayarkan oleh AS. Ditinjau dari kondisi perekonomian kedua calon mahasiswa tersebut, sangat jauh berbeda. Tetapi, mereka mendapatkan kelompok UKT yang sama.
Pimpinan harusnya jeli dalam menentukan kelompok UKT calon mahasiswa baru. Beban biaya yang ditanggung mahasiswa dalam membayar UKT, disesuaikan dengan kemampuan ekonominya, atau keluarganya, atau pihak lain yang membiayainya. Konsep keadilan ini dimaksudkan agar tidak ada orang yang hanya karena tidak mampu secara ekonomi kemudian menjadi tidak dapat diterima atau melanjutkan pendidikan tinggi.
Berangkat dari fenomena tersebut, pimpinan FEBI sampai saat ini masih jauh dari kata adil dalam menentukan UKT bagi calon mahasiswa baru. Pendidikan murah hanya diperuntukkan untuk orang yang mampu. Sedangkan, untuk orang yang kurang mampu mendapatkan pendidikan mahal. Tindakan tersebut adalah bentuk perampasan hak yang dilakukan oleh pimpinan yang tidak adil dan bertanggung jawab.
Penulis : AM